Thursday, March 29, 2018

10+ Contoh Cerpen Singkat Terbaru

10+ Contoh Cerpen Singkat Terbaru - Mungkin dari sobat menyukai sebuah cerpen, yang terutama saat usia remaja mungkin akan lebih condong pada cerpen cinta ataupun cerpen romantis.


Sebenarnya terserah kita cerpen lama atau baru namun yang jelas dengan cerpen tersebut kita bisa belajar banyak hal. Karena tema ini memang cerita pendek yang singkat jadi kita berikan langsung. Perlu diingatkan, disini tidak ada cerpen sangat singkat yang kurang dari 1 halaman.

Kenapa, anda tentu masih ingat bukan pengertian cerpen apa? Nah, jadi jangan mencari yang sangat pendek ya, yang membutuhkan silahkan langsung baca saja satu contoh yang akan diberikan berikut.

Kisah Seorang Penjual Koran

Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin.

Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.

Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.

Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus.

“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Ipiin membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati.

Apa yang diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur.

Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.

Cerpen Kehidupan
Generasi Bedebah
Belasan sepeda motor terparkir rapi, bau rok*k dan suara gelak tawa belasan remaja yang masih mengenakan seragam putih abu-abu menyelimuti suasana malam itu. Mereka tertawa, berbincang tanpa haluan, mengkritik sana sini, bahkan mengkritik sesuatu yang tak pantas untuk kritik. Hal ini mengingatkanku sepuluh tahun silam. Bukan apa-apa, tapi aku pernah menjadi seperti mereka.

Sama seperti saat ini, di tempat yang sama, bau yang sama, seragam yang sama, namun generasi yang berbeda. Saat itu umurku baru menginjak 17 tahun, saat aku mengenal dunia luar. Kami dianggap sebagai para pelajar nakal. Dengan nilai pas pasan namun kelakuan di atas batas wajar.
Merok*k, tawuran, bahkan mengerjai guru yang tak kami suka adalah hal yang biasa bagi kami semua, para Bedebah sekolah berkumpul di tempat ini. Di sebelah tempat pembuangan akhir yang sepi. Di mana kami bisa melakukan hal apapun semau kami.

Tak perlu nama untuk geng kami, cukup dengan sebutan “Bedebah”. Mungkin julukan yang cocok untuk kami. Salah satu anggota “Bedebah” itu adalah aku, Andika. Putra dari kepala sekolah dimana para “Bedebah” ini menuntut ilmu, tidak lebih tepatnya membuat onar.


Dan bukan hal baru, kebanyakan dari kami lahir dari keluarga berkecukupan, mungkin broken home. Atau seseorang yang dipaksa. Dan sebagian adalah anak anak cupu yang baru keluar kandang, anak anak yang dulunya manis dan penurut yang mulai terpengaruh dan terjebak dalam rasa keingin tahuan mereka sendiri. Aku mungkin termasuk dalam salah satu anak yang dipaksa.

Ayahku seorang kepala sekolah, dan kakakku seorang polisi. Keluaga kami berkecukupan, namun ibuku telah meninggal sejak aku SMP, dan aku kira setelah ia meninggal tak ada lagi yang bisa mengerti apa kemauanku.

Suatu hari yang sedikit berbeda, para “Bedebah” terlibat perkelahian antar sekolah. Masalah sepele, salah satu di antara kami terlibat masalah dengan sekolah seberang. Sebagai bentuk kesetia kawanan kami menyerang balik. Tanpa tahu dengan menyelamatkan salah satu teman kami dan harga diri kami. Belasan orang jadi korban, nama sekolah dipertaruhkan. Sungguh para Bedebah.

Hingga suatu hari giliranku masuk ruang BK setelah kawan kawan Bedebahku juga masuk ke sana, aku kira ada sesuatu yang janggal. Sudah berapa kali aku buat masalah tapi baru kali ini “mereka” berani memanggilku ke ruang BK.
“wah wah, sudah datang rupanya, sang pangeran” kata seseorang yang sebelumnya tak pernah kutemui.
Aku tersenyum, menganggap remeh orang ini. Aku merasa punya kekuasaan, karena Ayahku seorang Kepsek. Duduk santai di sofa empuk ruangan ber AC ini. Cukup nyaman kurasa, tak apalah aku di sini sementara waktu dari pada mendengar dongeng para guru di kelas.

“Andika, kelas IPA 3. Apa keinginanmu sebenarnya?” Tanya orang itu dengan santai pula.
“keinginan saya?, banyak sekali lah pak” jawabku asal dengan mata terpejam, meremehkan.
“sepertinya kamu ingin membersihkan toilet di seluruh SMA ini, bersama teman teman kamu yang bandel itu” katanya lagi dengan mendekatkan wajahnya, mengamatiku.
“coba saja kalau bapak berani, ingat lo pak, saya ini anak dari kepsek” tantangku dengan nada menyindir.
“bisa, sebentar” lalu pak guru berkumis tipis itu mengambil sesuatu di laci mejanya.
“lihat ini baik baik” ia mengeluarkan sebuah surat pernyataan.

Mataku terbelalak kaget membaca surat itu, di sana tertera jelas kalimat “ saya sebagai orangtua dari Andika Setiawan menyerakhan sepenuhnya anak saya pada pihak bimbingan konseling, jika anak saya berbuat kesalahan maka saya rela jika anak saya mendapatkan hukuman yang setimpal”
“bapak jangan main main, ayah saya tidak mungkin membuat pernyataan ini”
“lhah kamu tidak lihat tanda tangannya to?” dengan sigap surat pernyataan itu berpindah tangan, dengan cermat aku mengamati tanda tangan itu. Dan memang benar yang terukir di kertas itu adalah tanda tangan ayahku.
“nah, sekarang waktunya kamu dan teman teman kamu membersihkan kamar mandi, silahkan. Kalau tidak bersih ya terpaksa ditambah hukumannya, kalau tidak mau ya terpaksa tidak naik kelas. Saya lihat nilai kamu dan teman teman kamu itu sangat pas pasan, jadi bukan hal sulit untuk membuat kalian tidak naik kelas” katanya dengan nada balas mengejek.
Dengan raut muka kesal segera kulangkahkan kakiku. Keluar dari ruangan BK. Ruangan ber AC itu tiba tiba menjadi tak nyaman.

Ketika itu seperti biasa aku dan kawan kawan “Bedebah” berkumpul, saling bertukar cerita, kenakalan kami sewaktu mengerjai guru pengajar. Sore itu sedikit mendung, musim hujan di Blitar membuat suasana semakin nyaman. Dingin, namun tak terlalu membuat beku. Di kota kesayangan, kami berulah, membuat mereka kewalahan. Kepala orang orang itu selalu bergidik karena kumpulan “Bedebah” ini.

Awalnya kami hanya senang senang layaknya siswa siswa lain, menceritakan sesuatu dalam batas wajar. Namun seiring berjalanya waktu, rasa canggung itu sirna dengan sendirinya, ketika salah satu dari kami bercerita tak wajar, kami tetap membiarkan, berfikir bahwa kamilah yang tak normal. Dan pada akhirnya kami menjadi terbiasa.

Begitupun saat ini, rok*k adalah cemilan baru kami, dan anehnya kami merasa biasa. Seperti saat pertama kali kami bercerita dengan suguhan kacang. Kali ini kami juga sedang bercerita namun dengan suguhan yang sedikit berbeda.
Bukan berarti semua dari kami menikmati camilan itu salah satunya aku. Karena aku tidak mau jika harus masuk ke rumah sakit, mencium bau obat obatan yang sangat kubenci karena asmaku kambuh.

Ditengah tengah keasikan kami mengobrol tiba tiba aku merasa ada yang menarik telingaku dari belakang.
“ah, sakit sakit” teriakku karena jeweran pak Adnan yang lumayan.
“sakitan mana sama disuntik jarum dan mencium bau obat obatan di rumah sakit, mau kamu Dika” jawab Pak Adnan santai.
“apaan sih pak” ucapku sembari melepas telingaku yang masih berada di wilayah kekuasaan pak Andan.
Entahlah guru BK baru ini tahu dari mana hal yang paling aku takuti. Rumah sakit.
“bubar bubar semua, pulang ke rumah masing masing” teriak pak Adnan mengusir kami para “bedebah” yang sedang nongkrong ini.
“kalau mau buat yang jelek itu mbok ya di lepas dulu seragamnya, bahkan kalau bisa operasi plastik dulu wajahnya biar gak keliatan kamu itu anak sekolah sini, biar gak malu maluin gitu lo” cerocos Pak Adnan yang mulai membuatku geram.
Alhasil karena kami tertangkap basah Guru BK baru itu kami pun langsung buyar pulang ke rumah masing masing.

Di rumah kemarahanku pada Pak Adnan belum usai, aku mengoceh sebal menyalahkan ayah kenapa guru seperti pak Adnan di pekerjakan.
Namun tanggapan ayah selalu sama “ayahmu ini bukan apa apa, Cuma kepala sekolah. Mana bisa ayah buat keputusan seperti itu” lalu ayah pergi.

Keesokan harinya takhenti hentinya aku dan kawan kawan Bedebahku membicarakan Pak Adnan.
“emang dia gak tau kalo kita kita ini anak petinggi di daerah ini, sampai sampai berani ngatur ngatur kita” ucap Reno seorang anak dari anggota DPR.
“sepertinya kita harus kasih pelajaran ke guru baru itu, supaya dia kapok dan gak gangguin kita lagi” ucap Doni si anak Menteri.
“gimana caranya, atau kita diem aja sampai kita lulus, kan kalo kita diem Pak Adnan gak bakal ganggu kita lagi.” Usul si jono, anak pengusaha lontong sayur yang terkenal sejagat raya yang otaknya emang agak kendor.
Tapi dari hati paling dalam aku menyetujui pendapat Jono ini
“ya nggak lah, justru kita harus bikin ulah sebesar besarnya, supaya dia sadar kalau dia itu gak bisa mainin kita” jawab Roni si anak Jendral.
“gimana dik, setuju gak,?” Tanya Doni padaku yang dari tadi diam saja.
“boleh juga” ucapku sambil melangkahkan kaki pergi

Entahlah aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, seperti apa yang aku lakukan ini akan mempunyai dampak yang nggak baik, tapi masa bodohlah. Yang terpenting sekarang adalah ngurus guru baru itu dulu.

Setelah menyusun rencana untuk buat rusuh, dan sampailah ide buat tawuran sama sekolah sebelah. Ide itu datang dari Doni yang bilang dia baru aja diketawain sama anak sekolah sebelah gara gara dia jatuh dari motornya di depan gerbang sekolah sebelah (padahal yang nolongin dia juga murid dari sekolah sebelah). Alhasil kejadian itu dijadikan alasan untuk memulai kerusuhan dengan sekolah sebelah.

Jangan Tanya soal mancing kerusuhan, Andika si anak Kepala sekolah ini jagonya. Teriak teriak mengumpat di depan sekolah sebelah adalah cara jitu buat kerusuhan, tak butuh waktu lama anak anak sekolah sebelah udah pada keluar, tinggal kita para “Bedebah” yang mulai lempari batu, akhirnya tawuran pun terjadi tanpa kami para “Bedebah” tahu anak anak yang tadi ngetawain Doni lagi nonton di gedung paling atas, dan pastinya mereka juga tertawa terbahak bahak karena tingkah para “bedebah” yang gak ngerasa kalau sudah dijadikan pion untuk memporak porandakan bangsa. Sedangkan anak anak sekolah sebelah pun juga gak sadar mereka tawuran buat apa, nyatanya mereka ngikut aja.

Entah sudah berapa kali “bedebah” buat ulah. Bahkan ada satu kenakalan mereka yaitu tawuran yang sampai ditangani oleh pihak kepolisian. Namun semua kenakalan mereka berakhir tragis. Di sekolah mereka dihukum dan di rumah mereka diomeli habis habisan oleh orangtua masing masing.

Sampailah pada suatu hari dimana mereka menerima rapor. Tidak seperti kebanyakan murid yang hatinya dag dig dug dar waktu menerima rapor dan harap harap cemas apakah ada nilai yang merah. Gerombolan “bedebah” justru sedang asik nongkrong di kantin. Tapi tampak cemilan yang sedikit berbeda. Taulah mereka ini area sekolah dan terpampang jelas rambu “NO SMOKING”.
Mereka yakin, kalau mereka pasti naik kelas. Siapa yang berani gak naikin kelas anak para bejabat, dan petinggi di sini. Jadi mereka santai saja, kayak di pantai (padahal lagi di kantin bukan di pantai).

Perbincangan seru mereka akhirnya terhenti saat satu per satu orangtua mereka menghampiri dan menjewer mereka masing masing. “para bedebad pun” sempat mengelak bilang kalau ini kesalahan guru mereka. Namun para orangtua tidak percaya. Karena kalau dilihat dari pandangan mereka sendiri, para “bedebah” ini gak pernah belajar yang membuat nilai mereka buruk rupa. Apalagi kalau ditambah dengan sikap mereka yang di atas batas wajar. Pantaslah mereka tidak naik kelas, dan pantas juga mereka diomeli habis habisan.

Sejak saat itu para Bedebah terpaksa harus mengulang kelas. Sedikit malu memang, tapi itu adalah satu satunya cara supaya mereka bisa menebus kesalahan mereka tahun lalu. Sejak saat itu pula para Bedebah sadar, mereka tidak kebal hukum.

Dengan berjalanya waktu, mereka sedikit sedikit bisa merubah sikap buruk yang selama ini mendarah daging. Walaupun dengan dilai yang standart akhirnya Bedebah itu bisa lulus, walaupun dengan nilai pas pasan.
Banyak pihak yang mendukung mereka, mulai dari orangtua sendiri, guru`, hingga kawan kawan yang peduli sehingga para Bedebah itu bisa lebih dewasa dan mengerti, tidak selamanya pangkat dan jabatan mampu mentolerir setiap kesalahan yang mereka lakukan.

10 tahun telah berlalu dan sekarang sepertinya aku ada di posisinya pak Adnan. Senyumku sedikit terukir setiap kali mengingat kejadian masa itu. Akankah sekarang aku akan bersifat sama dengan pak Adnan. Atau tutup mata dan telinga rapat rapat, mengingat saat ini aku bukan siapa siapa, dan mereka adalah anak anak para petinggi di daerah ini.

Entahlah, aku sedikit berfikir lebih keras. Karena bisa saja aku yang kena getahnya jika bertindak konyol. Baru kemarin berita di salah satu stasiun televisi menyatakan seorang guru dijatuhi hukuman karena menghukum muridnya yang membuat olah.

Dengan mantap kakiku melangkah menuju gerombolan anak berseragam putih abu abu itu. Aku memutuskan akan menanganinya, mungkin dengan cara yang sedikit berbeda dari pak Adnan. Karena dulunya aku pernah ada di posisi mereka, sepertinya aku tau bagaimana cara berfikir mereka yang masih sangat sempit. Semoga saja aku tidak kena masalah.

Cerpen Karangan: Isnar R
Facebook: facebook.com/isnar.r.7

Cerpen Cinta

Entah mengapa di sekolah, sifatku berubah 180 derajat. Di sekolah aku menjadi pribadi yang berbeda, menjadi seorang yang pendiam, diajak ngomong gak nyambung, dan tingkahku seperti orang bodoh. Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi padaku, apakah aku bisa merubah diriku menjadi lebih baik?

“Woe Alina! Pinjem pulpen dong” seru Dina
“Hah, apa? Oh pulpen ya? Nih pulpennya” kataku
“Makasih, lain kali otak tuh diasah biar fokus! Hahaha!” kata Alvina
“Ah kamu mah jahat sama aku, kamu kan tau gimana keadaanku” kata Ayna dengan nada sedih
“Iya iya maaf deh, aku cuma bercanda Al, lagipula kamu kan sahabatku dari kecil, aku tau kok sifat kamu yang sebenarnya” sahut Alvina sambil tersenyum
“Makasih ya udah ngertiin aku” sahutku sambil tersenyum
“Woe temen-temen, jangan ngajak Alina ya! Orang bodoh mah jangan diajak atuh” teriak Kevin
“Heh mentang-mentang lu famous, jangan seenaknya dong hina-hina orang!” seruku
“Oh ternyata lu juga bisa marah ya, kagum gue hahaha” kata Kevin

“Kamu gak papa kan Al?” tanya Alvina menghampiriku ke kamar mandi sekolah
“Alv, gue udah gak tahan kayak gini, gue pingin buat “gebrakan” baru dalam hidup gue, bantuin gue” kataku sambil bersedih
“Hmm ok, nanti pulang sekolah ikut gue ya” kata Alvina
“Emangnya mau ke mana?” tanyaku
“Pokoknya ikut aja sama gue!” seru Alvina

Pulang sekolah…
“Al, ayo ikut gue!” kata Alvina sambil menarik tanganku
“Ehh mau ke mana?” tanyaku

“Mbak, ada lulur, hand body, masker muka, masker ramnut dan catokan untuk curly rambut?” tanya Alvina di toko kosmetik
“Ada, ini mbak, ini produk yang paling bagus ya, ya wajar kalo harganya agak mahal” kata penjaga toko
“Iya mbak, saya juga sering belanja di sini kok, jadi saya tau harga-harga produknya hehehe” kata Alvina
“Makasih mbak sudah berbelanja di sini” kata penjaga toko

“Woe, siapa yang bayar semuanya?” tanyaku
“Gue” sahut Alvina dengan enteng
“Dari mana lu dapet uang sebanyak itu?” tanyaku
“Udah gak usah bawel, itu tadi toko nyokap gue, gue tadi pake voucher buat belanja di sana” kata Alvina

“Ehh ada Alina, dipakai ya lulurnya, biar gak diejek temen-temenmu” kata nyokap Alvina
“Alv, lu cerita ya sama nyokap lu tentang bully-an di sekolah?” tanyaku
“Iya, habisnya gue udah gak tahan lihat lu dibully terus” kata Alvina
“Sante aja sama tante Al, tante support kamu kok, kamu kan udah tak anggap seperti anak sendiri” kata nyokap Alvina
“Makasih tante” kataku memeluk nyokapnya Alvina

*tilulit tilulit*
“Halo mah” kataku
“Alina, cepat pulang ya, Mama punya surprise buat kamu” kata Mamaku
“Oke mah” kataku
“Tante, Alvina aku pulang dulu ya, udah disuruh pulang nih sama Mama”
“Gue anter ya” kata Alvina
“Gak usah Alv, gue kan bawa motor” kataku
“Hati-hati ya nak, kalo ada tikungan jangan ditabrak ya hahaha” kata nyokap Alvina
“Hahaha iya Tante” kataku

“Eh anakku sudah pulang, tutup mata ya, Mama mau kasih sesuatu sama kamu” kata Mama

“Nak sekarang buka matanya ya” kata Mama
“Wahh bajunya bagus banget, banyak pula. Eh tapi ini kok ada buku panduan “Tips Tidak Grogi Di Sekolah?” tanyaku
“Kamu kan sering kayak orang tulalit di sekolah, ya udah Mama beliin deh buku gitu” kata Mama
“Makasih ya mah, Mama selalu ngertiin aku” kataku sambil memeluk Mamaku
“Sama-sama nak” kata Mama

Keesokkan harinya…
“Gimana, udah lu pake semua produk kecantikan yang gue kasih?” tanya Alvina
“Udah, tapi kok gak mau putih ya?” tanyaku
“Sabar Al, paling seminggu lagi lu bakal cantik, percaya sama gue” kata Alvina
“Yang nama Alina itu gak bakalan bisa cantiklah, hahaha!” kata Kevin
“Eh ikut-ikutan aja nih anak, siapa juga yang ngomong sama elu!” kata Alvina
“Udah Alv, gak usah diladenin” kataku
“Eh tumben lo gak marah gue ejek, biasanya juga lo marah” kata Kevin
“O aja ya kan” kataku

*kringgggg*
“Selamat pagi anak-anak, ibu punya tugas kelompok untuk kalian, tugasnya nari berpasangan ya, kelompoknya akan ibu bagi” kata Bu Guru
“Alina, kamu sama Kevin ya” kata Bu Guru
“Buk, mendingan saya sama Alvina buk” kata Kevin
“Tidak bisa! Pokoknya ibu mau kamu sama Alina, titik!” teriak Bu Guru
“Iya deh bu” kata Kevin
“Minggu depan kita praktek” kata Bu Guru
“Baik bu!” sahut semuanya serempak

“Woe, sekarang kita latihan di rumah gue!” teriak Kevin
“Enak aja, mending di rumah gue, adem banyak anginnya wekk!” teriak Alina
“Woe jangan pada ribut, mending di rumah gue aja, sekalian gue mau latihan sama Alfian” kata Alvina
“Iya mending di rumah Alvina” kata Alfian
“Ayo kita otw” kata Alvina

“Eh Alina, Kevin, kalian masuk duluan ya, gue kebelet kencing” kata Alvina
“Eh gue mau ngambil kunci motor dulu ya, kunci gue ketinggalan di motor gue” kata Alfian
“Iya, jangan lama-lama ya, gue gak mau lama-lama sama Kevin” kataku
“Ih siapa juga yang mau lama-lama sama lu” kata Kevin

“Eh Alfian, kunciin pintunya ya, biar mereka gak bisa keluar” kata Alvina
“Eh lu matiin lampunya ya” kata Alfian
“Sip!” kaya Alvina

“Lho kok gue gak bisa ngelihat, gelap banget” teriak Alina
“Jelaslah, lampunya kan mati bodoh!” kata Kevin
“Alvinaaaaa!!! Di mana lu?” teriak Alina

Entah mengapa secara spontan gue meluk Kevin.
“Kevin gue takut!!!” teriakku
“Tenang Al, gue ada disini kok, gue jamin lu gak bakalan kenapa-napa” kata Kevin
“Ayo kita keluar, cepet buka pintunya!” kataku
“Bentar” kata Kevin
“Eh ini kok gak bisa dibuka? Eh Al lu minggir ya, biar gue dobrak pintunya” kata Kevin

*brakkkkkk*
“Kevin lu gak papa?” tanya Alina
“Gak papa kok, sante aja” kata Kevin
“Cieee yang berduaan!” seru Alvina dan Alfian
“Heh pasti lu berdua sengaja ngerjain kita kan?!” tanya Alina
“Enggak kok!” seru Alvina dan Alfian
“Tuh kan jawabnya aja barengan, pasti kalian berdua yang punya rencana jail kayak gini” kata Alina
“Udahlah gak usah dibahas, ayo latihan” kata Kevin

“Mama, kok aku kayaknya udah putihan ya?” tanyaku
“Emang kok, Mama curly ya rambutmu, biar makin cantik” kata Mama

20 menit kemudian…
“Udah selesai nak” kata Mama
“Wah wajahku kok agak beda ya, serasa oplas hehehe” kataku

*kringgggg*
Alvina: cie udah cantik sekarang, tadi nyokap lu nge-pap
Alina: hehehe, eh ternyata Kevin tuh orangnya baik ya
Alvina: ciahh tiba-tiba ngomongin Kevin, ente naksir ye
Alina: lah kan gue cuma bilang dia baik, bukan berarti gue naksir
Alvina: eh udah dulu ya, gue mau nge-date sama Alfian, bye!
Alina: ciah udah jadian niyee, longlast ye
Alvina: hehehe iya, bye sista!

Keesokan harinya…
“Wahh Alina cantik banget” kata Alfian
“Ih apaan sih, biasa aja kok” kata Kevin
“Alvinaaaaa! Thanks ya udah bantuin gue jadi cantik”
“Sama-sama, gue seneng deh lihat lo seneng gini” kata Alvina

“Kamu Alina ya?” kata Nathan
“Iya, kak Nathan tumben nyari aku, ada apa ya?” tanya Alina
“Aku kan besok mau tanding basket, besok kamu dateng ya!” kata Nathan
“Serius nih kak?” kataku
“Seriuslah, besok kakak jemput” kata Nathan
“Siplah” kata Alina

“Alvinaaaaa!! Gue seneng banget hari ini! Besok kak Nathan ngajak gue nonton dia tanding basket!” seru Alina
“Ciee satu persatu mulai mendekat, lama-lama Kevin suka nih sama lu” kata Alvina
“Kok Kevin sih? Yaelah gak usah ngomongin dia napa” kataku
“Iye maaf” kaya Alvina

Keesokan harinya…
“Hay Al, ayo kita berangkat” kata Nathan
Di perjalanan aku tidak mengucapkan sepatah katapun karena saking geroginya, ya wajar lah ya namanya juga orang jatuh cinta hehehe.

“Alina, lu sama siapa kesini? Tumben gue ngelihat lu nonton basket” kata Kevin
“Gue ke sini sama kak Nathan, btw kak Nathan ganteng ya, hehehe”
“Kak Nathan lu dibilang ganteng sama Alina!” teriak Kevin
“Woe jangan norak woe!” seruku
Kak Nathan pun hanya tersenyum padaku.
“Ya ampun senyumannya manis banget” kataku
“Ih Si Alina apaan sih, norak banget” kata Kevin dalam hati
“Kak Nathan semangat!” teriak Alina

“Kak tadi mainnya bagus banget, selamat ya kak!” kataku
“Makasih ya dik” kata Nathan
“Bagusan juga gue” kata Kevin
“Ih apaan sih lo, nyaut aja!” kataku

Keesokan harinya…
Di Kantin
“Alvina, kok gue ngerasa nyaman ya kalo deket Kevin” kata Alina
“Berarti lo itu suka sama Kevin” kata Alvina
“Gue bilang ya sama Kevin” kata Alfian
“Eh jangan dong” kata Alina
“Kemarin gue kan pergi sama kak Nathan, gue sengaja manas-manasin si Kevin tuh, eh tapi Kevinnnya malah gak cemburu, huh!” kataku
“Pffttt.. Hahahaha!” kata Alvina sambil memuncratkan minumannya
“Hahahaha lucu lo Al!” kata Alfian
“Woe ngomongin apaan nih, kayaknya seru banget” kata Kevin menghampiri kami
“Eeee gue mau ke kelas dulu ya, bentar lagi bel masuk nih, bye guys!” kataku pergi ke kelas
“Ih kok Alina aneh banget sih, kesambet kali tuh anak” kata Kevin

*kringgggg*
“Selamat pagi anak-anak, hari ini praktek nari ya, siapa yang mau maju duluan?” tanya Bu Guru
“Alina aja buk” kata Alfian
“Eh gue gak mau, lu aja yang maju duluan!” seru Alina
“Iya Alina dan Kevin, silahkan maju ke depan!” kata Bu Guru
“Musik!” seru Kevin
Mataku hanya fokus menatap matanya, hatiku seketika berdegup kencang ketika berada di dekatnya.

“Wah, tarian kalian bagus sekali, kompak sekali! Chemistry-nya juga dapet” kata Bu Guru
“Terimakasih Bu!” seru Kevin dan Alina serempak

*kringgggg*
“Anak-anak silahkan istirahat” kata Bu Guru
“Wah tadi kalian kompak banget” kata Alvina
“Kan Kevin pinter nari, ya jadinya bagus gini deh” kata Alina
“Ah kamu juga bagus kok” kata Kevin
“Ciee ngomongnya pake aku kamu” kata Alvina

“Hay Al, nanti malem dinner di cafe maju mundur jam 7 ya” kata Nathan
“Hm iya deh kak, nanti jemput aku ya” kata Alina
“Pake dinner segala, sok romantis banget sih” kata Kevin dalam hati
“Eh lu itu sebenarnya ada hubungan apa sih sama kak Nathan?” tanya Kevin
“Hm temen aja kok, tapi bentar lagi gue bakal jadian ma dia hehehe” kata Alina
“Oh” kata Kevin

“Eh bro, ngapain lu bengong?” kata Alfian
“Itu si Alina kayaknya mau jadian sama kak Nathan” kata Kevin
“Terus apa hubungannya sama elu?” tanya Alfian
“Ya gak ada sih” sahut Kevin
“Gini deh kalo lu emang beneran cinta sama Alina, perjuangin dia! Gue titip ya sahabat gue ke elu, jaga dia baik-baik” kata Alvina menghampiri Kevin
“Eh ada elu Alv” kata Kevin
“Gak usah mengalihkan pembicaraan, tunggu apalagi, nanti sebelum jam 7 lu harus udah ada di cafe maju mundur” kata Alvina
“Makasih ya Alfian, Alvina udah support gue” kata Kevin sambil tersenyum

“Eh itu Kevin kalo gagal ngejar Alina gimana?” tanya Alfian
“Tenang aja, kak Nathan gak bakal nembak Alina kok” kata Alvina
“Kok gitu?” tanya Alfian
“Jadi selama ini aku yang nyuruh kak Nathan buat pura-pura deketin Alina supaya Kevin cemburu” kata Alvina
“Wah pinter juga kamu ya, jadi bangga deh punya pacar kayak kamu” kata Alfian
“Ah kamu bisa aja” kata Alvina

“Al, ayo kita berangkat” kata Nathan
“Tunggu!!!” teriak Kevin
“Kevin?” kata Alina
“Al, aku mau ngomong sesuatu” kata Kevin
“Mau ngomong apa?” kata Alina
“Sebenarnya gue… suk… suka sama lu, will you be mine, Al?” kata Kevin
Hati gue seketika berdegup kencang seperti disambar petir.
“Maaf Kev, gue gak mau” kata Alina
“O ya udah gak papa, kak Nathan tolong jagain Alina ya, semoga kamu bahagia sama Alina” kata Kevin
“Eh Kevin tunggu!” kata Alina
“Aku belum selesai ngomong Kevin. Gue gak mau nolak jadi pacar lu!” kata Alina memeluk Kevin
“Ciee akhirnya rencana gue berhasil” kata Nathan
“Hah, maksudnya?” tanya Alina
“Jadi gue sengaja deketin lu supaya Kevin cemburu, ini Alvina yang nyuruh ya” kata Nathan
“Ah Alvina ada-ada aja, makasih ya kak udah “comblangin” kita” kata Alina
“Hehehe sama-sama” kata Nathan

Cerpen Karangan: Ayu Riana
Facebook: facebook.com/dewaayuriana

Cerpen Cinta Romantis

Sila sedang duduk di bangku cafe, sambil menatap pemandangan luar jendela. Duduk termenung sambil mengaduk-aduk kopi yang ada di depannya. Cuaca yang sedang hujan membuat pikiran dan perasaannya ke mana-mana. Dia baru saja putus dari pacarnya. Padahal mereka sudah satu tahun pacaran. Tapi semua itu hancur dalam sehari. Karena pacarnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Waktu yang lama untuk mereka habiskan berdua. Namun kini semua itu hanya akan menjadi kenangan manis yang sulit dilupakan. Sila berfikir, kenapa takdir begitu kejam padanya?.

Tiba-tiba datang seorang laki-laki memasuki cafe. Sila cuek dan tidak peduli pada orang lain. “Apa aku boleh duduk di sini?” Tanya orang itu pada Sila. “Silahkan saja” jawab Sila tanpa berpaling sedikitpun.

Orang itu duduk di depan Sila. Memandang gerak-gerik Sila, membuatnya tertawa kecil. Sila berpaling dan melihat orang itu. Ia tampak terkejut. “Hai, aku Dirka” kata orang itu. “Hai aku Sila” jawabnya dengan gugup. Mereka berbincang-bincang tentang banyak hal. Bahkan Sila menceritakan tetang masalah percintaannya. Setelah beberapa lama, mereka berdua memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Sila tersenyum sendiri, jika mengingat pertemuannya dengan Dirka.

Kini genap sudah tiga bulan Sila dan Dirka saling mengenal. Mereka sangat akrab. Tak sedikit orang yang menanggap mereka sudah pacaran. Tapi itu semua terlalu berat untuk Sila. Ia sangat trauma dengan kegagalan cinta pertamanya. Dengan sabarnya Dirka mengerti perasaan Sila. Dirka berpikir, bahwa Sila mencintai pacarnya selama setahun. Mungkin sangat sulit bagi Sila melupakan semua kenangan bersama pacarnya hanya dalam waktu tiga bulan. Meski begitu hari-hari yang Sila lalui bersama Dirka juga lebih berwarna.

Hari ini mereka akan bertemu di cafe. Cafe yang menjadi tempat pertama mereka bertemu. Sila sudah duduk di cafe, menunggu kedatangan Dirka. Tak lama kemudian datanglah Dirka. Sila melambaikan tangan, lalu Dirka menghampirinya. “Udah lama?” Tanya Dirka yang langsung duduk. “Lumayan sih” jawab Sila. Mereka diam sesaat, memikirkan apa yang menjadi bahan obrolan kali ini. “Mbak, pesan cappucino dua ya” kata Dirka pada cafe.

Tak menunggu lama, pesanan datang. “Gimana kuliahnya?” Tanya Dirka. “Ah biasa aja, males banget kalau di suruh buat tugas” jawab Sila dengan bibir nyunyun. Udah, nyesel aku tanya gitu” kata Dirka sambil mengacak-acak poni Sila. “Maaf ya” ucap Dirka. “Untuk apa?” Tanya Sila. “Aku harus pergi ke Singapore selama beberapa hari” jawab Dirka. Walaupun Sila agak kecewa, dia harus tersenyum. “Kukira ada apa Tapi jangan lupa oleh-olehnya” kata Sila. Mereka tertawa bersama.

Dirka sedang berada di Singapure, meski begitu ia selalu mengirim pesan kepada Sila untuk memberitahu kabar di mana dia berada.

Pagi hari sudah datang, Sila sudah bangun. Ia tengah bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Ia adalah mahasiswi semester 5. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia mengangkatnya, itu dari Dirka. “Ada apa?” Tanya Sila. “Aku sudah di depan rumahmu” jawab Dirka. “Apa? Ok, aku keluar sekarang” kata Sila. Setelah menutup telepon, ia keluar dari rumahnya, dan memang sudah ada mobil Dirka. “Hai” sapa Dirka. “Kapan kamu kembali?” Tanya Sila. “Kamu selalu bertanya, sekarang aku bertanya. Apa kamu mau kuantar ke kampus?” Tanya Dirka. “Kamu nggak kerja? Nanti kamu terlambat” tolak Sila.

Tanpa berfikir panjang, Dirka menarik tangan Sila untuk masuk ke mobilnya. Mereka pun berangkat. Sepanjang perjalanan Sila masih dengan wajah yang cemberut.
“Kamu mau turun?” Tanya Dirka ingin menggoda Sila.
“Nggak, enak aja” jawab Sila.
Dirka tertawa keras, sehingga membuat Sila semakin kesal. Beberapa kali Sila memukul pundak Dirka untuk melampiaskan kemarahannya.

Tak lama kemudian sampailah mereka di kampus Sila. Dirka turun terlebih dahulu, membukakan pintu untuk Sila. Sila pum turun dari mobil.
“Silahkan tuan putri” kata Dirka.
“Terima kasih, tuan” ucap Sila. Mereka tertawa bersama.

Tiba-tiba lewatlah dua pengkhianat. Siapa lagi kalau bukan mantan pacar dan sahabatnya Sila, yaitu Rendy dan Vio. Sila hanya bisa menatap pemandangan itu. Dia memiliki tekad bulat untuk melupakan cinta pertamannya. Untuk apa ia memikirkan masa lalu. Setidaknya dia punya Dirka, orang yang selalu ada di sampingnya setiap waktu. “Udahlah, nggak usah lihatin terus” tegur Dirka berbisik di telinga Sila. “Ah… kamu” kata Sila mencubit perut Dirka. Mungkin Dirka merasa kesakitan. “Ya udah kamu pergi” suruh Sila. “Jadi diusir nih” protes Dirka. “Terserah” jawab Sila dengan bibir yang manyun.

Dirka mencubit hidung mungil Sila. Membuat Sila marah, akhirnya mereka tetawa lagi. “Aku pergi ya” pamit Dirka. Sila mengangguk, Dirka masuk ke mobilnya dan pergi. Sila melangkah menuju kelasnya. Setelah sampai di deoan kelas dia berpapasan dengan Vio. “Pacar baru?” Tanya Vio dengan maksud menyindir Sila. “Bukan hanya teman kok” jawab Sila langsung duduk di kursinya. “Teman? Bahkan teman tidak akan seperti itu” kata Vio lagi. “Yang jelas, dia bukan seorang teman sepertimu” tukas Sila. Vio diam seketika, raut wajahnya menjadi pucat.

Tak lama kemudian masuklah Dosen dan materi pun dimulai. Setelah sekitar dua jam materi selesai. “Semua, tugas harus selesai minggu depan” umumkan Dosen. “Baik pak” jawab satu kelas secara serentak. Dosen keluar, di ikuti semua yang ada dikelas. Ada yang langsung pulang karena tidak ada kegiatan. Ada juga yang masih tinggal di kampus, hanya sekedar malas pulang dan berkumpul dengan yang lain. Sila memilih tetap tinggal di kampus. Untuk mengejarkan tugasnya dan juga berkumpul dengan teman-temannya.

Tiba-tiba datang Vio yang langsung bergabung dengan Sila dan teman-temannya. “Hai, semua” sapa Vio. Tidak ada yang mempedulikan atau menjawab Vio. Sila memilih fokus ke tugasnya. “Kalian ini tuli ya” bentak Vio. Tentu saja itu teman-teman Sila marah besar. “Kamu nggak lihat, kami semua lagi ngerjain tugas” jawab salah satu teman Sila dengan nada membentak. “Hei, nggak usah sewot gitu dong” balas Vio. “Udah deh. Maaf Vio, kami sedang sibuk” ucap Sila dengan lembut. “Nggak usah, sok lembut. Kamu itu munafik” bentak Vio.

“Aku tahu itu, semua orang itu munafik termasuk kamu sendiri” jawab Sila dengan nada yang tenang. Tiba-tiba datanglah Rendy menghampiri Vio dan bertanya apa yang terjadi. Vio menceritakan semuanya. “Kamu bilang Vio itu munafik?” Tanya Rendy pada Sila. “Aku tidak berkata begitu. Tapi aku akan sangat bersyukur jika kalian menyadarinya” jawab Sila. Mungkin itu membuat Rendy marah. Ia hendak menampar pipi Sila. Beruntung ada seseorang yang menahan. “Hai, jangan kasar sama cewek” kata Dirka sambil melepas genggaman. “Sila, ikut aku” kata Dirka yang langsung menarik tangan Sila menuju mobilnya. Sila tidak protes, karena dia sudah berjanji pada Dirka untuk tidak berhubungan dengan Rendy dan Vio.

Sesampainya di dalam mobil, mereka terdiam. “Kamu bisa kan menghindari mereka” kata Dirka dengan ekspresi wajah marah, tapi berusaha lembut.
Sila terdiam, ia tahu bahwa ia salah. Ia membiarkan Dirka untuk memarahinya. “Sekarang jelaskan, apa janji itu masih tetap berlaku?” Pinta Dirka. “Maaf, aku juga ingin menghindari mereka. Tapi…” kata Sila mencoba menjelaskan pada Dirka, kemudian di potong oleh Dirka. “Sudahlah jangan membahas ini lagi” tegas Dirka. Sementara Sila terdiam. Dirka menstater mobilnya dan mrluncur. Tidak ada pembicaraan seperti biasa di sepanjang perjalanan. Dirka terlalu marah pada Sila. Ia takut jika ia akan berlaku kasar. Sementara Sila terlalu takut jika Dirka semakin marah ketika ia banyak bicara.

Tak lama kemudian sampailah mereka di depan rumah Sila. Tak ada yang turun, mereka masih ada di dalam mobil. Mereka terdiam dan saling menenangkan pikirannya masing-masing.
“Maaf, tidak seharusnya aku marah padamu” ucap Dirka.
“Tidak, aku yang harusnya minta maaf” jawab Sila.
“Kamu jauhi mereka. Aku berharap kamu bisa melupakan orang itu” tegas Dirka. Sila hanya terdiam dan menunduk karena merasa bersalah. Laki-laki seperti Dirka adalah laki-laki yang langka. Bagaimana bisa dia begitu sabar menunggu Sila. Saat Sila belum sembuh dari luka hatinya. Ia tetap menunggu. Cintanya tulus meski ia tahu bahwa mungkin saja ia tidak mendapat cinta dari Sila. “Terima kasih dan maaf” ucap Sila dengan tulus. “Untuk apa?” Tanya Dirka dengan dingin.
“Untuk semua yang sudah kamu lakukan untukku. Dan maaf karena sudah menyusahkanmu” jelas Sila. “Tidak masalah. Jika mencintaimu menghancurkan segalanya, akan lebih jika aku melupakannya” balas Dirka. “Jangan lupakan cinta itu” pinta Sila. Dirka sangat bingung. Ia tidak mengerti maksud Sila sebenarnya. “Apa maksudmu?” Tanyanya. “Aku pamit ya” pamit Sila yang langsung mencium pipi Dirka. Sila keluar tanpa menjawab pertanyaan dari Dirka. Tapi terjawab dengan ciuman di pipi Dirka. Sementara Dirka diam mematung dan berfikir apakah ia sedang bermimpi. Ia mencubit pipinya, dan terasa sakit. Menandakan bahwa ia tidak sedang bermimpi.

Sila sedang berada di kantin kampus. Ia duduk sambil membaca sebuah novel dan terpasang earphone di telinganya. Beberapa kali ia dipanggil temannya, ia sama sekali tidak mendengar. Hingga membuat temannya kesal dan melepas earphone dari telinganya.
“Ada apa sih?” Tanya Sila, bingung dan sedikit marah.
“Dari tadi kupanggil tidak menjawab” protes Hisa.
“Maaf dech, ada apa?” Tanya Sila lagi cengengesan.
“Kamu terlihat bahagia, ada apa?” Tanya Hisa yang mulai kepo.
“Kamu tahu, aku sudah melupakan Rendy dan menemukan cinta yang baru dan jauh lebih baik” jawab Sila dengan tersenyum.
“Benarkah? Siapa? Apa orangnya tampan? Apa orang itu juga mencintaimu?” Tanya Hisa, membuat Sila menelan ludahnya sendiri.
“Bagaimana aku akan menjawab? Kamu tanya langsung Empat” protes Sila.
“Baiklah” kata Hisa mengalah.
“Kamu tahu Dirka, itu loh orang yang kemarin kemari. Dia adalah cinta baruku” jelas Sila.

Sore ini Dirka mengajak Sila berkencan. Sila pun sibuk memilih pakaian yang akan ia kenakan. Ia berpikir bahwa ia harus terlihat cantik di hadapan Dirka. Akhirnya Sila menemukan pakaian yang akan ia kenakan. Sebuah gaun pendek yang cantik. Setelah siap ia keluar dari kamarnya. Ia langsung berpamitan kepada orangtuanya.

“Ayah, ibu. Aku pergi dengan Dirka” pamit Sila yang langsung keluar rumah.
“Hati-hati” kata ayahnya.
“Ok, ayah” jawab Sila yang sudah ada di luar rumah. Ia duduk di teras, menunggu Dirka menjemputnya.

Tak lama kemudian, berhentilah sebuah mobil di depan rumah Sila. Bisa ditebak mobil siapa itu. Tentu saja itu adalah mobilnya Dirka. “Udah lama?” Tanya Dirka menghampiri Sila di teras.
“Udah, sampai aku ngantuk” jawab Sila. “Iya dech maaf. Oh ya orang tuamu ada di rumah?” Tanya Dirka. “Ya, mereka ada di dalam” jawab Sila. Dirka masuk untuk meminta ijin kepada ayah dan ibu Sila. Inilah yang Sila suka Dari sosok Dirka. Sosol yang berbeda dari laki-laki lain. Ia lebih dewasa dan jantan.

Mereka pun berangkat, di perjalanan Sila bernyanyi sambil menikmati perjalanan. Dirka hanya tertawa melihat tingkah lucu Sila. Setelah sekitar setengah jam, sampailah mereka di tempat tujuan. Sebuah pantai yang sangat indah. Mereka duduk di bangku sambil menikmati pemandangan matahari yang akan terbenam. Sebuah pemandangan yang cocok untuk dua orang yang sedang jatuh cinta. “Kenapa kamu mencintaiku?” Tanya Sila yang langsung bersandar di pundak Dirka. “Mungkin karena kamu cantik, seperti matahari itu” jawab Dirka dengan tangan kiri yang merangkul pundak Sila dan tangan kanannya yang menunjuk ke arah matahari.
“Jadi kamu suka semua orang cantik?” Tanya Sila lagi. “E.. bisa jadi sih” jawab Dirka. Itu membuat Sila kesal dan mencubit perut Dirka. “Au, sakit tahu” protes Dirka. Sila tertawa senang melihat Dirka yang sedang kesakitan. Tawanya berhenti, Dirka menatapnya semakin dekat dan semakin dekat. Akhirnya bibir Dirka menempel di bibir Sila. Sila terkejut tapi tetap menerimanya.

Tiga puluh detik berlangsung, dengan lembut Dirka melepas bibirnya dari bibir Sila. “Sila, maaf aku sudah lancang” ucap Dirka. Sila tidak menjawab, ia hanya memegang bibirnya sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Jantungnya berdegub kencang tak karuan.
“Sila maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi” ucap Dirka sekali lagi.
“Tidak, anggap saja ini sebagai awal dari hubungan kita” jawab Sila. “Hubungan? Kita? Maksud kamu apa?” Tanya Dirka. Sila tidak menjawab dia berlari di pinggir laut. “Kalau kamu bisa menangkapku, maka aku kan menerima cintamu” teriak Sila. Dirka dengan semangat mengejar Sila dan berhasil menangkapnya. Bersatulah mereka.

Mencintai seseorang bukan bagaimana kita mendapat balasan cinta tersebut. Tapi bagaimana kita memberikan cinta itu. Janganlah selalu meminta atau menuntut cinta. Cobalah untuk memberi cinta itu. Seperti kata pepatah bahwa orang yang memberi akan menerima. Karena hidup adalah memberi dan menerima bukan meminta.

The End.

Cerpen Karangan: Tia Nur Agustin
Facebook: Tia Agustin

Cerpen Cinta Segitiga

Langit senja yang terus memancarkan sinar lembutnya yang anggun. Sedikit menenangkan hatiku yang kacau. Di teras, sambil menunggu Elbert menjemput, aku menyusun kata untuk memutuskan hubnganku dengannya. Karena aku merasa kita tidak cocok. Dia orangnya kasar, terlalu cuek. Sangat bertolak belakang denganku. Kalau kata Amrita dan Jenny, aku dan Elbert serasi. Saling melengkapi. Tapi tidak bagiku. Apapun kata mereka, aku tetap merasa tidak cocok dengan Elbert.

“Laurel…” Panggil seseorang yang aku yakin itu Elbert. Ternyata memang Elbert. Elbert menghampiriku.
“Hei…” Sahutku melambai kecil. Aku beranjak mendekati Elbert.
“Kita berangkat sekarang?” Tanya Elbert memastikan. Aku mengangguk. Elbert pun menuntunku ke mobilnya. Sesampainya di cafe yang dituju, kita langsung mencari meja dan memesan menu.

Sebelum pesanan datang, aku langsung memulai topik.
“Elbert…” panggilku pelan.
“Hmm…” Sahut Elbert cuek. Tanpa menoleh dari hp-nya.
“Aku mau ngomong.” Lanjutku yang sedikit canggung.
“Ya, ngomong sudah.” Elbert langsung mengantongi hp-nya, dan memusatkan perhatiannya padaku.
“Mau ngomong apa?”
“Aku minta hubungan kita sampai disini.” Kataku berusaha tidak canggung. Elbert terlihat terkejut, beberapa saat kemudian dia melunak. Lalu dia tertawa.
“Ha… ha… omonganmu nggak masuk akal, Rel. Apa ada yang salah denganmu?” Jawab Elbert sambil menyentuh keningku dengan punggung tangannya. Buru-buru kutepis.
“Ini serius Elbert.” Ucapku tegas.
“Tapi, apa alasannya?” Tanya Elbert, membentak.
“Aku merasa tidak ada kecocokan di antara kita, kamu terlalu cuek, terlalu kasar dengan hubungan kita. Aku sudah nggak kuat, Elbert.” Balasku yang juga membentak.

Plakk…
Seperti yang kuduga, ini pasti terjadi. Aku tidak membalas, hanya meringis menahan sakit.
“Yang benar saja, Laurel. Alasanmu itu benar-benar tidak logis.” Maki Elbert sambil menunjuk-nunjukku yang masih berusaha tegar menatapnya.

Bugh…
Satu pukulan melayang ke rahang Elbert, cukup membuat limbung. Elbert mencari asal pukulan itu. Hampir ia membalas jika saja tidak ada pelayan-pelayan yang menahannya. Aku kenal orang ini. Aku tau dia. David. Tiba-tiba David menarik tanganku.
“Ayo, aku antar.” Aku hanya menurut.

“Bukannya sudah aku peringatkan. Dia bukan orang baik, dan nggak baik untuk kamu. Kumohon, kamu mengerti” Kata David sambil mengendarai motor.
“Sebenarnya aku mengerti, Vid. Tapi aku masih trauma dengan kejadian tadi.”
“Kamu tau kan? Aku sudah lama menunggumu. Aku mohon kamu mengerti perasaanku yang selalu menunggumu, merindukanmu. Aku mohon kamu mengerti, Laurel.” Ungkap David terdengar tulus.

Tadi, kebetulan ada David yang menolongku. Karena David bekerja sebagai pelayan di cafe tersebut. David memang sudah lama mengejarku. Tapi, tertahan karena aku masih bersama Elbert.
“Maaf, tapi aku masih trauma dengan semua ini. Aku minta waktu.” Jawabku. Sesampainya di depan pagar rumahku, David mencium keningku.
“Aku akan menunggu sampai kamu tenang, dan bisa menerima aku.” Ujarnya lembut. Aku senang diperlakukan lembut seperti ini. Aku mengangguk. David pun pamit pulang

‘Ya Allah, berikan aku yang terbaik, Ya Allah. Aamin.”

END

Cerpen Karangan: Lailatul Camalia
Facebook: Layl Vanquisher

Cinta Pertama Yang Berkesan

Namaku Kania biasa dipanggil Nia, ini cerita saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP, sebenarnya aku telah lama mengagumi sosok anak laki-laki bercelana abu-abu. Badan yang mungil dengan rambut agak bergelombang, kulit yang agak hitam tapi manis apabila dia tersenyum, membuatku salah tingkah. Ketidak-populerannya membuat dia tak banyak dikenal orang, itu karena dia sosok yang pendiam.

Sore hari ketika hendak pulang, aku berjalan melintasinya yang sedang duduk di sebuah warung kopi dekat sekolah. Kutatap wajahnya, dia membalas dengan senyuman. Ooh tuhan, ibarat es, aku mungkin sudah meleleh melihat senyuman manisnya itu. Tak sadar dengan itu, aku menabrak seorang anak lelaki yang bercelana abu-abu juga. Sangarnya dia, membuatku ketakutan. Tiba-tiba datang dua orang temannya. “Hey, manis boleh kenalan?” Tanya salah satu temannya itu. Rasa takutku semakin tinggi, aku takut diapa-apain. “Eeh.. Maaf kak” ucapku. Mereka malah terus menggangguku. Aku menangis ketakutan. Sosok lelaki bercelana abu-abu berdiri di belakangku tanpa disadari, ternyata si manis itu. “Ehm.. Hey bro, jangan ganggu anak kecil ini!” Gertaknya. Karena mereka tak senang dengan sikap si manis, akhirnya si manis pun dikeroyok. Aku yang ketakutan, tak dapat berbuat apa-apa. Hanya menangis dan menyaksikannya saja.

Tak kusangka, si manis babak belur dan berdarah di bibirnya. Setelah puas memukulinya, mereka pergi. “Ehh.. Kamu gak apa-apa?” Tanya ia kesakitan padaku. Aku melihatnya tak tega, perlahan mendekatinya. “Emm.. Maafkan aku, kamu pasti sakit” kataku. Aku membantu dan mengobati lukanya.

Singkat cerita, aku kini tau namanya, dia adalah Adi sudirman anak kelas dua SMK. Semenjak hari itu, aku semakin kagum padanya. Setiap hari kutuliskan rasaku padanya di buku diaryku. Semua tentangnya. Tak terduga, memang cocok kuucapkan untuk ceritaku ini. Rasa kagumku, membawaku ke lembah cinta yang indah. Aku jatuh cinta padanya.

Hari senin, tepatnya tanggal 12 mei aku utarakan perasaanku padanya, Sungguh tak tau malunya diriku, untungnya dia memberi respon positif padaku. Semakin berwarnanya hariku. Lelaki mungil manis yang telah lama kukagumi telah menjadi kekasihku. Kedekatan, semakin aku mengenalnya. Dia ternyata sosok lelaki baik hati, ramah, lembut dan begitu perhatian. Dia juga penyabar disaat aku sedang marah dia membujukku dan mengajakku ke tempat yang tak bisa kulupakan.

Ini semua berakhir, saat berita buruk tiba. Kelulusanku mengubah semuanya. Aku yang meneruskan sekolah ke luar kota mengikuti orangtuaku, meninggalkannya. Sedih memang sungguh menyedihkan. Saat ku pamit padanya, dia berkata “tak apa, meski kita akan berpisah sekarang. Jika jodoh pasti kita akan dipertemukan” aku menangis sambil memeluknya erat. Kucium tangannya, berat aku meninggalkannya, lambaian tangan dan tetesan air mata mengiringi kepergianku. Senyuman manis yang tampak dipaksakan terlihat di wajahnya.

Cinta pertamaku, yang paling berkesan.

Cerpen Karangan: Hamano Yusuke
Facebook: facebook.com/namikaze.m.sumantri

Cerpen Persahabatan

Aku tak memiliki satupun sahabat, berbeda dengan Ayra, dia memiliki 3 orang sahabat, yaitu Bella, Nisa dan Chika. Aku iri dengan mereka. Rasanya aku ingin memutuskan persahabatan mereka. oh ya, namaku Silvi Aurana, panggil saja Silvi. Aku memiliki seorang adik bernama Salma, lebih lengkapnya Salmayra Auryn.

Suatu hari aku melihat Ayra, Bella, Nisa, dan Chika sedang makan mie instan di kantin. Aku menunggu mereka sampai habis makanannya. ya! aku sudah punya rencana.

Tak lama kemudian aku melihat Bella sedang menuju toilet, aku membuntuinya. Bella memasuki toilet. Tak sampai 5 menit, Bella sudah keluar dari toilet. Aku segera menghampirinya.
“Bella! sini deh!” panggilku.
“Ada apa?” tanya Bella.
“Bel, aku kemarin di kasih tau sama Nisa kalau kamu itu tukang makan. Katanya, kamu lama-lama bakal gendut” kataku.
“Apa?! Nisa bilang gitu ke kamu?” tanya Bella.
“Iya beneran” jawabku.
“Iiihh! dasar Nisa! Awas kamu nanti ya!” kata Bella geram.
“Hehehe berhasil!” kataku dalam hati.
“ya udah! Aku pergi dulu ya!” kataku sambil berlalu.

Aku sedang mencari Nisa. ternyata Nisa sedang di koperasi, aku segera menghampiri Nisa.
“Nisa!” panggilku.
“Eh Silvi, ada apa?” tanyaku.
“Baru saja tadi aku bertemu Chika di toilet, katanya kamu itu bodoh, nggak pinter” kataku mulai mengoceh.
“Masa sih? beneran?” tanya Nisa.
“Iya! kalo nggak percaya ya udah” kataku.
“Iya iya, aku percaya, awas ya kamu Chika! huh!” geram Nisa.
“Berhasil lagi. Temuin Chika Ah!” kataku dalam hati.

Aku mencoba mencari Chika, ternyata dia sedang duduk sendirian di depan masjid. segera saja aku menghampirinya.
“Hai Chika! Aku punya kabar megejutkan loh!” seruku.
“Oh, Silvi, kukira siapa, kabar apa?” tanya Chika.
“Kemarin lusa aku dikasih tau Ayra kalau kamu itu pelit, sombong, gaya” kataku.
“APA?!” teriak Chika.
“Iya!” ucapku.
“Iiihhh! dasar Ayra, beraninya ngatain aku gitu awas ya!” geram Chika.
“Yeeaaayy! berhasil, tinggal Ayra” ujarku dalam hati.

Aku meninggalkan Chika lalu mencari Ayra. ternyata Ayra ada di depan ruangan kelas 3.
“Ayra!!!!” teriakku.
“Apaan sih Silvi, bikin kaget aja” balasnya.
“Hehe.. maaf ya! soalnya aku punya kabar seru nih! tadi aku ketemu Bella di toilet, terus dia bilang ke aku kalau kamu itu sok cantik, sok pintar” celotehku.
“Aduh, persaanku jadi nggak enak” kata Ayra dalam hati.
“Eh, uh, maaf Silvi, aku harus pergi daahh!” kata Ayra ragu.
“Aduh! gagal deh!” keluhku.

Tiba-tiba aku mendengar suara teriakan. Sepertinya Nisa, Bella dan Chika sedang bertengkar. aku melihat mereka, mereka memang sedang bertengkar.
“Aduh! gimana ini?” kataku gugup.
Aku bersembunyi di kebun sekolah.

Tiba-tiba aku mendengar namaku dipanggil-panggil.
“Silvi! Silvi! Silvi!” panggil suara itu. itu suara Ayra, Bella, Nisa dan Chika.
“Aduh! gawat! mereka ke sini” kataku gugup. terlambat, mereka sudah menemukanku.
“Silvi! kenapa kamu membohongi mereka dengan gosip?” tanya Ayra.
“Ma.. maaf Ayra, semua, aku.. aku.. aku iri dengan persahabatan kalian, kalian terlihat sangat akrab, aku iri. sedangkan aku belum memiliki sahabat satu pun” jelasku denga ketakutan.
Senyum mereka mengembang.
“Kenapa disembunyikan? kita mau kok kamu jadi sahabat kita. iya kan?” kata Ayra.
“Iya!!” jawab yang lain setuju.
“Mulai sekarang, kamu jadi sahabat kita ya! tambah seru nih kalau ada Silvi imyut” kata Chika.
“Huuuuuuu” sorak yang lain.
“Terima kasih Ayra, Bella, Nisa, dan Chika. aku berutang budi pada kalian” kataku.
“Sama-sama” jawab mereka serempak.

Tndahnya persahabatan ini.

Thank You Very much 🙂 🙂

Cerpen Karangan: Safa Amaliya Syahida
Namaku Safa Amalya Syahida. Anak kedua dari tiga bersaudara. nama kakakku Salma Auliya Syahida. Sedangkan nama adikku Muhammad Ahsan Syahidan. nama bundaku Rita Nur Rahmawati, ayahku? ayahku Edy Sulistyono.
oh ya, follow instagramku ya! namanya @amel_kkpk.lover, dan juga instagramnya kakakku, @aweliyaa. jangan lupa! bye..

Sumber : cerpenmu.com

Sekian, semoga dapat bermanfaat bagi sobat.

1. Berkomentarlah yang relavan sesuai topik artikel,
2. Komentar di larang mengandung spam.
3. Jika komentar mengandung link aktif tidak akan di tampilkan.
EmoticonEmoticon